Mengenal ‘Madam’ Sukarti, Kader Kesehatan yang 22 Tahun Konsisten Mengabdi di Puskesmas Sukatani

Sukarti yang kini aktif sebagai Kader PRIMA telah menjadi kader kesehatan bersama Puskesmas Sukatani selama 22 tahun. (Sumber gambar: Dok. PN-PRIMA)

Depok, 26 April 2022 – – Sebelum subuh Sukarti membangunkan suami serta dua orang anaknya. Ia telah siapkan beragam santapan lezat di meja makan keluarga. Sama seperti keluarga lain, di meja itu mereka berbincang, membahas segala hal, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga hal-hal baru yang terjadi di Kecamatan Sukatani. Sekilas, tidak ada yang berbeda dari Sukarti. Perempuan berusia 50 tahun itu tampak seperti ibu rumah tangga umumnya yang dengan tekun mengurus keluarga selama Ramadan.

Namun di luar itu semua, namanya sudah santer terdengar di seluruh penjuru Kelurahan Sukatani. Sukarti adalah kader kesehatan masyarakat yang sudah mengabdi sekurang-kurangnya 22 tahun. “Saya mulai (menjadi kader kesehatan) sejak tahun 2000,” tuturnya. Umumnya, kader kesehatan adalah masyarakat setempat yang dipilih dan dilatih menangani persoalan kesehatan perorangan maupun masyarakat banyak.

Kader kerap membantu di posyandu ataupun posbindu. Mereka adalah relawan bagi puskesmas setempat. Kira-kira seperti itu, hubungan Sukarti dengan Puskesmas Sukatani, Kota Depok. “Ini itu (menjadi kader) adalah panggilan jiwa saya. Untuk warga dan lingkungan saya,” tuturnya menegaskan.

Sukarti mengenang di awal tahun 2000-an salah seorang warga senior mengajaknya menjadi kader posyandu. Ia yang sedang mengantar sang anak kemudian menyanggupi. Dari pertemuan itu ia belajar mendata, mengukur, dan menimbang anak.

Kecintaan Sukarti terhadap anak membuatnya nyaman dengan aktivitas ini. Dari sana ia bekerja sama dengan kader-kader lain. Mereka berdiskusi dan melatih keterampilan perihal kesehatan anak. Tanpa sadar, banyak kader yang hadir silih berganti. Kader-kader yang dulu mengajak Sukarti sebagian telah meninggal, sebagian yang lain timbul tenggelam, kadang aktif, kadang tidak.

Menjadi Kader yang Lebih Peka melalui PN-PRIMA

Selama menjadi kader, Sukarti kerap bekerja untuk posyandu dan posbindu, tapi kedua layanan ini timbul tenggelam, kadang beroperasi dan kadang tidak, selama pandemi. Persis 2022, ketika gelombang kasus mulai menyusut, Puskesmas Sukatani mendapuk Sukarti menjadi salah satu kader kesehatan dalam program Pencerah Nusantara Puskesmas Responsif-Inklusif Masyarakat Aktif Bermakna atau PN-PRIMA.

Berbeda dengan tugas kader posyandu dan posbindu, penugasan Kader PRIMA–sebutan kader kesehatan dalam PN-PRIMA–menekankan aspek perlindungan kelompok rentan. Dalam program ini tenaga kesehatan berpengalaman melatih Sukarti dan kader kesehatan lain. Di sini Sukarti diminta mendata masyarakat rentan, seperti lansia, ODHIV, hingga penyandang disabilitas. Target pertama adalah menyakinkan mereka untuk mendapatkan vaksin.

“Saya biasanya mengunjungi lansia dengan komorbid. Terus mengedukasi mereka untuk mau divaksin,” ujarnya. Sukarti sudah dikenal luas sebagai kader kesehatan terpercaya. Warga Sukatani sudah sering melihat wajahnya wara wiri di puskesmas setempat ataupun rumah-rumah warga.

Ini sebabkan Sukarti lebih mudah berkomunikasi. Siapapun warga yang bicara dengannya bisa dengan mudah teryakinkan, termasuk kelompok lansia. “Karena sudah dapat pelatihan PN-PRIMA untuk komunikasi dengan lansia dan menawarkan vaksin tanpa memaksa, saya jadi lebih mudah meyakinkan lansia.”

Salah satu tugas Sukarti adalah membujuk masyarakat rentan seperti lansia untuk melaksanakan vaksinasi. (Sumber gambar: Dok. PUSPA)

Dari pelatihan PN-PRIMA ia sadar, segala hal terkait vaksin harus disampaikan dengan sederhana. “Jadi kalau KIPI, itu namanya efek samping. Booster, itu dosis ketiga. Harus disederhanakan begitu,” tutur Sukarti.

Sukarti pun mendapatkan dukungan penuh keluarga. Baik anak pertama maupun kedua sama-sama mendukung. Suaminya selalu mempersilahkan Sukarti mengunjungi rumah-rumah warga, tidak pernah ada larangan berarti. “Alhamdulillah, semua anggota keluarga mendukung.”

Namun memang, di setiap kesempatan baik selalu terselip tantangan. Sukarti kerap temukan lansia yang sangat sulit diajak berdiskusi. Setiap kali ia mengajak vaksin, mereka kerap menjawab “nanti saja”, “saya tidak ada keluhan”, ataupun “saya tidak ke mana-mana, untuk apa vaksin?”

Beragam jawaban itu memang telah diperkirakan Sukarti, akan tetapi ia tidak selalu siap menghadapi penolakan. Di saat seperti itu ia hanya bisa berunding, mendiskusikan manfaat vaksin bagi lansia. “Kita jadi teman cerita dan meladeni saja.”

Ketika itu salah seorang lansia menolak menerima vaksin. Ia miliki penyakit bawaan dan sampaikan keengganan. Sukarti tidak lepas akal, ia lantas sarankan lansia itu segera berkonsultasi dengan dokter.

Begitu surat boleh vaksin didapat dari dokter, lansia itu diminta langsung menghubunginya kembali. Strategi ini berhasil. “Katanya, ‘Madam masih bisa vaksin nggak?’,” tiru Sukarti yang kerap disebut Madam–Mamanya Dama, salah seorang anaknya.

Sukarti kerap temui hal-hal yang sulit diubah

Selama menjadi Kader PRIMA, Sukarti selalu tulus menjalankan tugas. Jika ada lansia yang menolak ajakan vaksin, ia tidak ambil hati. Baginya, keinginan menghubungi dokter saja sudah suatu kemajuan. Walau begitu, Sukarti paham ada kondisi yang sulit ia ubah ketika mendekatkan diri dengan kelompok rentan.

Ia ingat dalam suatu kunjungan ada salah seorang warga yang alami rematik parah. Tubuhnya sulit digerakkan bahkan tidak bisa berjalan. Sementara, sumber daya manusia Puskesmas Sukatani juga belum sepenuhnya siap melakukan kunjungan vaksin.

Hal ini sudah ditemui beberapa kali, lansia kerap kali tanyakan bagaimana cara menuju puskesmas yang jaraknya sangat jauh dari rumah mereka. Sukarti tidak bisa menjawab banyak. Ia hanya bisa menghubungi Puskesmas Sukatani dan mengirimkan data kesehatan warga yang bersangkutan. “Mereka suka nanya, nanti siapa yang nganterin?”

Di akhir kegiatan kunjungan, Sukarti hanya bisa mengingatkan keluarga menjaga baik-baik anggota yang lain serta terus menerapkan 3M

Bagi Sukarti, Kader adalah Garda Terdepan

Bagi Sukarti mengabdi sebagai kader kesehatan adalah pilihan yang membanggakan. Di setiap pengajian yang ia kunjungi, selalu ada warga yang menanyakan perihal posyandu atau posbindu. Bergabung sebagai Kader PRIMA menurutnya, juga menambah pengetahuan baru mengenai kelompok rentan

Seselesai pelatihan PRIMA, ia paham teknik persuasi kepada kelompok rentan. Ia tahu untuk mengubah perilaku, seseorang perlu dibujuk, bukan digurui. Pun begitu dengan kelompok rentan, mereka perlu diberi simpati dan perhatian hingga mau mendapatkan vaksin.

Walau Sukarti lebih sering berurusan dengan lansia, tidak menutup kemungkinan ia juga perlu membujuk penyandang disabilitas ataupun orang tanpa NIK melaksanakan vaksinasi. “Program ini bagus karena fokusnya ke kelompok rentan yang sulit mendapat vaksin.”

Sebagai Kader PRIMA, Sukarti juga terus mengingatkan warga sekitar untuk menerapkan 3M dan protokol kesehatan. Ia paham pekerjaan ini tidak mudah lantaran masyarakat perlu diingatkan berulang-ulang kali. Menurut Sukarti walau melelahkan, 3M dan prokes adalah satu-satunya cara mencegah gelombang lonjakan kasus. “Saya sangat ingin melindungi warga saya.”

Menurut Sukarti, pelatihan PN-PRIMA meningkatkan kepercayaan diri kader kesehatan melaksanakan tugas. (Sumber gambar: Dok. PUSPA)

PN-PRIMA sendiri, menurut Sukarti, meningkatkan kepercayaan diri. Ia tidak pernah canggung lagi menjelaskan perihal COVID-19 kepada siapapun. Ia mengakui pengetahuan pasca pelatihan sangat membantunya menjelaskan peristilahan yang rumit hingga membujuk orang menerapkan 3M.

Sejauh ini Sukarti baru bertugas selama dua minggu sebagai Kader PRIMA. Akan tetapi, berbagai data lapangan menunjukkan kemajuan yang luar biasa, khususnya di lingkup keterjangkauan vaksinasi. Sukarti menyebut catatan membanggakan ini adalah hasil kerja banyak pihak, mulai dari tenaga kesehatan, pemerintah daerah setempat, hingga masyarakat rentan itu sendiri.

Menurutnya, kader kesehatan sendiri memiliki peran sebagai garda terdepan menjangkau masyarakat. “Tanpa kader, program penjangkauan masyarakat akan sangat sulit dijalankan,” tuturnya.

Terkait program PN-PRIMA ke depan, Sukarti berharap Puskesmas Sukatani mampu menjemput bola ketika vaksinasi. Ia ingin lansia ataupun warga lain yang tidak bisa ke puskesmas juga merasa terlindungi. “Harapannya, mereka bisa lebih merasa aman.”

Tentang PN-PRIMA

PN-PRIMA atau Pencerah Nusantara: Puskesmas Responsif-Inklusif Masyarakat Aktif Bermakna adalah program penguatan puskesmas yang didukung Asian Venture Philanthropy Network. Bersifat inklusif dan partisipatif, fokus program adalah vaksinasi COVID-19 kelompok rentan, pemulihan layanan kesehatan esensial, dan pemberdayaan kader. Inisiatif ini dikelola CISDI dan beroperasi di 21 puskesmas di Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, dan Kota Depok pada September 2021 - September 2022.

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi non-profit yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.

Penulis:
Amru Sebayang